Hubungan Sewa-Menyewa Perumahan

Peraturan Perundang-undangan mengenai sewa-menyewa perumahan:

  • Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman;
  • Pasal 5 Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 1963 tentang Pokok-pokok Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Perumahan;
  • Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 1963 tentang Hubungan Sewa Menyewa Perumahan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 1981 sepanjang yang berkaitan dengan gedung-gedung perkantoran, gudang, toko, garas, dan lain-lain;
  • Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1994 tentang Penghunian Rumah Oleh Bukan Pemilik;
  • serta segala peraturan pelaksanaannya.

Hubungan sewa-menyewa perumahan sebagai hunian atau tempat tinggal saat ini diatur dalam:

  1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman; dan
  2. Peraturan pemerintah No. 44 Tahun 1994 tentang Penghunian Rumah Oleh bukan Pemilik (“PP 44/1994”)

sedangkan aturan sebelumnya yang berlaku dijelaskan pada Pasal 24 PP 44/1994 yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 1963 tentang Hubungan Sewa Menyewa Perumahan (“PP 49/1963”) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 1981 (“PP 55/1981”), sudah dinyatakan tidak berlaku lagi.

Pasal 24 PP 44/1994
“Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, seluruh ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1963 tentang Pokok-pokok Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Perumahan kecuali ketentuan Pasal 5 dan Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 1963 tentang Hubungan Sewa Menyewa Perumahan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 1981 serta segala peraturan pelaksanaannya, sepanjang yang mengatur sewa menyewa rumah, dinyatakan tidak berlaku.”

Dalam penjelasannya:
Selain itu, karena Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 1963 tentang Hubungan Sewa-Menyewa Perumahan tidak hanya mengatur sewa-menyewa rumah sebagai tempat tinggal atau hunian, tetapi juga termasuk gedung-gedung perkantoran, gudang, toko, garasi, dan lain-lain, sedangkan Peraturan Pemerintah ini hanya mengatur sewa menyewa rumah sebagai tempat tinggal atau hunian, maka ketentuan yang dicabut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 1963 hanya yang berkaitan dengan sewa menyewa rumah sebagai tempat tinggal atau hunian.

Sebagian menjadi polemik karena sampai dengan saat ini, ada dualisme hukum yang melandasi hubungan sewa-menyewa perumahan sebagai hunian/tempat tinggal baik yang timbul karena Surat Izin Perumahan (SIP) atau perjanjian antara penghuni dan pemilik. Hal ini dapat dilihat pada putusan-putusan Mahkamah Agung yang masih menetapkan pertimbangan hukumnya menggunakan PP 49/1963 sebagaimana diubah dalam PP 55/1981.

Pada dasarnya ada 2 (dua) macam landasan hukum bagi hubungan sewa menyewa perumahan sebagai tempat hunian/tempat tinggal, yaitu:

  1. Dengan diajukannya Surat Izin Perumahan (SIP) kepada Pemerintah Daerah setempat dengan jangka waktu selama 3 (tiga) tahun.
  2. Adanya perjanjian tertulis antara pemilik dengan penghuni yang sekurang-kurangnya mencantumkan ketentuan mengenai hak dan kewajiban, jangka waktu sewa dan besarnya harga sewa.


Dalam hal terjadi sengketa dalam hubungan sewa menyewa tersebut, secara tegas Pasal 22 PP 44/1994 menyatakan bahwa penyelesaian sengketa dilakukan di Pengadilan Negeri setempat. Dengan tidak diberlakukannya lagi PP 49/1963 sebagaimana dirubah dengan PP 55/1981, maka sengketa tersebut dapat juga termasuk hunian rumah ber-SIP.

Pasal 22 PP 44/1994
Penyelesaian sengketa penghunian rumah oleh bukan pemilik dilakukan melalui Pengadilan Negeri.

Sampai dengan tahun 2012, Pemda DKI memiliki sekitar 2.000 (duaribu) aset rumah untuk disewakan melalui Surat Izin Perumahan (SIP), Salah satu rumah aset Pemda itu dikuasai mantan Menteri Perumahan Rakyat Djan Faridz lewat skema SIP.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top
Open chat
1
Welcome to Hartono & Rekan, don't hesitate to contact us if you need further information