Menyoal Hukum Human Trafficking (Perdagangan Manusia)

Agaknya fenomena human trafficking (perdagangan manusia) dan soal pelecehan terhadap wanita, seolah tidak pernah berhenti dari pemberitaan diberbagai mass media cetak. Terus berjalan seiring dengan putaran waktu. Karenanya tidak mengherankan, jika masalah ini menjadi perhatian Menteri pemberdayaan perempuan Meutia Hatta, yang juga Ketua Umum Partai Keadilan Persatuan Indonesia (PKPI).

Dalam suatu wawancara dengan para wartawan media cetak beliau juga sempat mengatakan, “soal pelecehan terhadap wanita, tidak hanya terjadi di kalangan masyarakat kelas bawah, namun juga di Dewan Terhormat.” Tuturnya. Masih dalam kesempatan yang sama, Meutia juga menabuh genderang perang kepada para pelaku human trafficking (perdagangan manusia).

Sangat menarik untuk disimak, apa sebabnya kasus perdagangan manusia setelah tidak pernah berhenti, tidak pernah tersentuh oleh sanksi hukum? Untuk itulah Delik Hukum menanyakan kepada Advokat B. Hartono, SH, SE, Ak diruang kantornya yang terletak di komp. Taman Aries Blok E-Jakarta Barat.

“Sebenarnya kasus kasus seperti anda sebutkan diatas sudah lama terjadi sejak jaman dulu. Persoalan yang sudah lama atau klasik, cuma metodenya saja yang berbeda, dulu penyiksaan secara fisik, bahkan pakai dirantai segala orang orang yang diperdagangkan tersebut atau dengan kata lain disebut sebagai budak belian. Apabila zaman dulu berorientasi kepada fisik kini diera modern adalah hak-haknya yang dirampas.” Tuturnya.

Bagaimana mengenakan sanksi hukum yang harus digunakan buat menjerat pelaku?

“Persoalan yang sulit, karena kita harus melihat dari segi motivasi, penyebab terjadinya perdagangan manusia yang tidak semata tergantung pada faktor ekonomi yang melatarinya. Bagaimana mungkin jika kita menganggap hal tersebut sebagai perdagangan manusia? Artinya kita harus hati-hati untuk menelisiknya. Bagaimana kalau orang yang diperdagangkan itu dan pedagang yang bersangkutan sudah ada kesepakatan lebih dulu. Nah, seperti kita ketahui yang diperdagangkan itu, maksud saya dalam hal ini wanita, berasal dari keluarga yang kurang mampu.” Urainya. Apabila kita tinjau dari hak-hak asasi manusia, jelas merupakan pelanggaran. Karena hak orang yang diperdagangkan seperti terbelenggu hak-haknya.” Urai Hartono yang mantan Presiden Direktur-Holding Company di bidang perkebunan kelapa sawit, tambang batu bara ini. Harus melihat dari dua sisi, antara pihak pengusaha dan pekerjanya. Bagaimana upaya kita untuk membuktikan adanya indikasi ada atau tidak adanya perlakukan perbuatan tidak senonoh yang dilakukan oleh pria terhadap seorang wanita? Karena kalau kita berbicara secara yuridis, kan harus ada bukti,” papar mantan Kepala Analisis Krediting, Finance Bank Bumi Bahari ini.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top
Open chat
1
Welcome to Hartono & Rekan, don't hesitate to contact us if you need further information